daftar isi blog

daftar isi blog




Waktu, Keadaan, dan Tempat-tempat Mustajab untuk Dikabulkannya Do’a

Waktu, Keadaan, dan Tempat-tempat Mustajab untuk Dikabulkannya Do’a

Waktu, Keadaan, dan Tempat-tempat Mustajab untuk Dikabulkannya Do’a


Dalam buku yang ditulis oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas berjudul “Do’a & Wirid” (diterbitkan oleh Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Jakarta, 2005), salah satu pembahasan yang sangat baik adalah tentang waktukeadaan, dan tempat-tempat dikabulkannya doaseorang hamba oleh Allah subhanahu wata’ala.
 Sudah barang tentu, semua penetapan waktu, keadaan, dan tempat dikabulkannya doa tersebut, seluruhnya bersandar dan disumberkan pada dalil yang shahih yang datang dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Beberapa kitab rujukan untuk penjelasan dan dalil-dalil bagi tulisan ini adalah: (1) Adz-Dzikru wad Du'aa' wal 'Ilaaj bir Ruqaa minal Kitaab was Sunnah, hal. 101-112. (2) Ad-Du'aa'-Syaikh Husain 'Awayisyah, hal. 33-48. (3) Ad-Du'aa'-Muhammad Ibrahim al-Hamd, hal. 53-68. (4) An-Nubadz al- Mustathaabah fid Da'awaatil Mustajaabah-Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, hal. 48-73, dan (5) Tash-hiihud Du'aa'-Syaikh Bakr bin 'Abdullah Abu Zaid.
Berikut ini tulisan “Waktu, Keadaan, dan Tempat Dikabulkannya Do’a,” kami kutifkan secara lengkap.


Adapun waktu, keadaan, dan tempat-tempat mustajab untuk dikabulkannya do’a berdasarkan hadits-hadits yang shahih dari Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam, yaitu:

1.   Doa pada malam Lailatul Qadar.
2.   Pertengahan malam terkahir, ketika tinggal sepertiga malam yang terakhir.

Keterangan: Berdasarkan hadits riwayat al-Bukhari, Muslim dan lain lain. Sepertiga malam terakhir kira-kira antara jam 24:00 sampai dengan menjelang Subuh(fajar). Wallahu a'lam.

3.   Duburush shalawaatil maktuubah (akhir sholat-sholat wajib).

Keterangan: Syaikh bin Baaz rahimahullah berkata: "Kata 'duburush shalah' bisa berarti akhir shalat sebelum salam, juga bisa berarti sesudah salam (langsung). Banyak sekali hadits-hadits yang menunjukkan kepada dua pengertian tersebut. Namun, kebanyakan hadits-hadits itu menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah akhir shalat, tetapi sebelum salam, karena hal itu ada kaitannya dengan doa doa (dan seterusnya)." (Petikan dari fatwa Syaikh bin Baaz rahimahullah, dalam Fataawa Muhimmaat Tata'alalaqu bish-Shalaah).

4.   Waktu antara adzan dan iqamah.
5.   Pada saat setiap kali setelah dikumandangkan adzan.
6.   Suatu “waktu” pada setiap malam hari.

Keterangan: Berdasarkan hadits riwayat Muslim no. 757 "Bab Fil Laili Saa'atun Mustajabaabu fiihad Du'aa'."

7.   Pada saat turun hujan.
8.   Pada saat jihad fii sabilillaah (berperang di jalan Allah Ta'ala).
9.   Suatu waktu pada hari Jum'at. (Pendapat yang paling kuat berkenaan dengan masalah ini, bahwa suatu waktu yang dimaksudkan adalah ba'da Ashar di hari Jum'at. Tetapi dimungkinkan juga, bahwa yang dimaksudkan adalah waktu antara khutbah dan shalat).
10.  Ketika bersujud (dalam shalat).
11.  Jika tidur dalam keadaan suci, lalu bangun pada malam hari, kemudian membaca doa yang ma'tsur – yakni doa yang datang atau berasal dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam.

KeteranganSebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda: "Barangsiapa bangun diwaktu malam lalu membaca: Laa ilaaha illallahu wahdahu laa syariikalah, lahulmulku walahul hamdu wahuwa 'alaa kulli syaai iin Qadiir, Alhamduliillahi wasubhanallah, walaa ilaaha illallahu wallahu akbaru walaa haula walaa quwwata illaa billahi Allahummaghfirlii (Artinya: Tidak ada illah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah Yang Mahaesa, Tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Segala puji bagi Allah dan Maha suci bagi Allah,tidak ada illah yang berhak di ibadahi dengan benar kecuali Allah, Allah Mahabesar, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertologan Allah. Ya Allah, ampunnilah aku), atau ia berdoa, (maka) akan dikabulkan doanya. Apabila ia berwudhu kemudian melakukan sholat, maka shalatnya akan diterima oleh Allah.” (HR. Al-Bukhari no.1154, Ibnu Majah no. 3878, Abu Dawud no.5060. An-Nubadz al-Mustathaabah hal.73).

12.  Pada saat memanjatkan doa (berikut) :  

لا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ - See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-anbiya-ayat-87-95.html#sthash.Z7h6rmdr.dpuf
لا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

Laa ilaaha illaa anta subhanaka inni kuntu minadz dzoolimin (QS.Al-Anbiyaa': 87)



Keterangan: HR. At-Tirmidzi no. 3505 dan al-Hakim I/505.

13.  Doa kaum muslimin setelah meninggalnya seorang muslim.

Keterangan: yakni ketika memejamkan mata si mayit yang baru saja meninggal dunia. (HR. Muslim no.920, an-Nubadz hal. 59).

14.  Doa ketika ditimpa musibah, yaitu dengan membaca:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا 

Sesungguhnya kita adalah kepunyaan Allah dan kepada-Nya kita akan kembali. Ya Allah, berilah ganjaran dalam musibahku ini dan berikanlah ganti kepadaku yang lebih baik darinya.”  (HR. Muslim no.918).

15.  Doa seorang muslim untuk saudaranya sesama muslim tanpa sepengetahuannya.
16.  Doa orang yang sedang berpuasa sampai ia berbuka.
17.  Doa setelah berwudhu apabila berdoa dengan doa-doa ma'tsur.
18.  Doa pada bulan Ramadhan.
19.  Di tempat berkumpulnya kaum muslimin di majelis-majelis ilmu.
20.  Doa yang dipanjatkan setelah memanjatkan pujian dan sanjungan kepada Allah serta shalawat atas Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika tasyahhud akhir.
21.  Ketika berdoa kepada Allah dengan menyebut nama-Nya yang agung, yang mana jika kepada-Nya dipanjatkan doa dengan menyebut Nama itu, niscaya Dia akan mengabulkannya dan jika Dia diminta dengan menyebut Nama itu pula, niscaya Dia akan memberinya.
22.  Doa keburukan dari orang yang dizalimi (dianiaya) atas orang yang 
     menzalimi.
23.  Doa kebaikan dari orang tua untuk anaknya dan doa keburukan dari 
     orang tua atas anaknya.
24.  Doa musafir, yaitu orang yang sedang melakukan perjalanan (safar).
25.  Doa orang yang benar-benar dalam keadaan terjepit. (QS. Al-Anfaal: 9, 
     QS. An-Naml: 62).
26.  Doa pemimpin yang adil.
27.  Doa anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya untuk kedua orang 
     tuanya.
28.  Ketika minum air zamzam disertai dengan niat yang tulus.
29.  Doa pada hari Arafah di padang Arafah.
30.  Doa di Shafa.
31.  Doa di Marwah.
32.  Doa ketika berada di Masy'arilharam (Muzdalifah).
33.  Doa setelah pelemparan jumrah ash-Shugra (kecil).
34.  Doa setelah pelemparan jumrah al-Wustha (pertengahan).
35.  Doa di dalam Ka'bah dan orang yang mengerjakan shalat di dalam Hijr (Hijr isma'il) karena ia bagian dari Baitullah.
36.  Berdoa di Multazam, yaitu tempat di antara pintu Ka'bah dengan dan Hajar Aswad.



Keterangan: Lihat, Manaasikul Hajji wal 'Umrah -Syaikh al-Albani hal.23.

37.  Doa orang yang sedang menunaikan ibadah haji.
38.  Doa orang yang sedang menunaikan ibadah umrah.

Keterangan: HR. Ibnu Majah no. 2893 - lihat Silsilah al Ahaadiits ash-Shahiihah no.1820.

Seorang muslim akan senantiasa berdoa kepada Rabb-Nya kapan dan dimana saja berada, dan doanya insya Allah akan dikabulkan.

Allah Subhanahu wata'ala berfirman:

وَإذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنّي قَرِيْبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إذَا دَعَانِ

"Dan apabila hamba-hamba Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia memohon kepada Ku" (QS.Al-Baqarah:186)

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

"Dan Rabb-mu berfirman: ‘Dan berdoalah kepada Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS.Al-Mukmin : 60)

Ketahuilah, bahwa waktu-waktu, keadaan dan tempat-tempat di atas perlu mendapat perhatian khusus.

Kemudian yang harus diperhatikan, bahwa doa adalah ibadah, dan ibadah adalah hak murni milik Allah semata. Sebagaimana Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam penciptaan, memberikan rizki, menghidupkan, mematikan dan mengatur alam semesta ini. Demikian juga tidak ada sekutu bagi Allah dalam segala macam ibadah, termasuk doa. Barangsiapa berdoa meminta sesuatu, meminta rizki, meminta kesembuhan penyakit dan selainnya kepada sesuatu selain Allah, maka ia telah terjatuh kepada Syirkun Akbar (syirik yang paling besar), berbuat dosa besar yang paling besar, dan doanya tidak dikabulkan Allah.

Kita diperintahkan untuk mengikhlaskan ibadah dan doa semata-mata karena Allah dan hanya kepada Allah saja, tidak kepada yang lain-Nya.

هُوَ الْحَيُّ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ ۗ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

"Dia-lah Yang Mahahidup, tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Dia, maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam." (QS.Al-Mu'min: 65)

Doa kita akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wata'ala apabila kita ikhlas dan ittiba' kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wassallam.

baca juga


Bacaan Dzikir yang Shahih Setelah Shalat Fardhu Sesuai Sunnah

Bacaan Dzikir yang Shahih Setelah Shalat Fardhu Sesuai Sunnah

Bacaan Dzikir yang Shahih Setelah Shalat Fardhu Sesuai Sunnah



Berikut ini adalah bacaan-bacaan dzikir yang shahih setelah shalat fardhu, yang sesuai dengan sunnah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam. (dibaca setelah salam).

1. Membaca :
أَسْتَغْفِرُ اللهَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ
Astaghfirullaåh. Astaghfirullaåh. Astaghfirullaåh. Allahumma antassalaam, wa mingkassalaam, tabarakta ya dzaljalaali wal ikraam.
“Saya memohon ampun kepada Allah.(3x) Ya Allah Engkau Maha Sejahtera, dan dari-Mu lah kesejahteraan, Maha Suci Engkau wahai Rabb pemilik Keagungan dan Kemuliaan.”

Keterangan: HR. Muslim no.591 (135), Ahmad (V/275,279), Abu Dawud no.1513, an-Nasa-i III/68, Ibnu Khuzaimah no.737, ad-Darimi I/311 dan Ibnu Majah no.928 dari Sahabat Tsaubanradhiyallaahu ‘anhu.
 
Perhatian: Hendaklah dicukupkan dengan bacaan ini dan jangan ditambah-tambah dengan macam-macam bacaan lainnya yang tidak ada asalnya dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. (Lihat Misykaatul Mashaabiih 1/303)



2. Membaca :

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ, اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

Laa ilaaha illallaåh wahdahu laa syarikalah, lahul mulku, walahul hamdu, wahuwa ‘ala kulli syay-in qådiir. Allahumma laa maani’a limaa a’thayta, wa laa mu’thiya limaa mana’ta, wa laa yamfa’u dzaljaddi min kaljaddu.

"Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau beri, dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya dari (siksa)-Mu.”

Keterangan: HR. Al-Bukhari no.844 dan Muslim no.593, Abu Dawud no.1505, Ahmad IV/245, 247, 250, 254, 255, Ibnu Khuzaimah no.742, ad-Darimi I/311, dan An-Nasa-i III/70,71, dari  Al-Mughirah bin Syu’bah.

3. Membaca :

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَىكُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُإِلاَّ إِيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُمُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ

Laa ilaaha illallaåh wahdahu laa syarikalah, lahul mulku, walahul hamdu, wahuwa ‘ala kulli syay-in qådiir. Laa hawla wa laa kuwwata illa billaah, laa ilaaha illallaah, walaa na’budu illaa iyyaahu, lahunni’matu walahul fadhlu walahuts tsanaaul hasanu, laa ilaaha illallaåh mukhlishiyna lahuddiyn walaw karihal kaafiruun.

"Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali (dengan pertolongan) Allah. Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah. Kami tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Baginya nikmat, anugerah, dan pujian yang baik. Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dengan memurnikan ibadah hanya kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya.”

Keterangan: HR. Muslim no.594, Ahmad IV/ 4, 5, Abu  Dawud no. 1506, 1507, an- Nasa-i III/70, Ibnu Khuzaimah no.740, 741, Dari ’Abdullah bin az-Zubair Rahimahullah.

4. Membaca :

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Laa ilaaha illallaåh wahdahu laa syarikalah, lahul mulku, walahul hamdu, yuhyiy wa yumiytu wahuwa ‘ala kulli syay-in qådiir.

"Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Dialah yang menghidupkan (orang yang sudah mati atau memberi ruh janin yang akan dilahirkan) dan yang mematikan. Dan Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(Dibaca 10x setiap selesai shalat maghrib dan shubuh).

Keterangan: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa setelah shalat Maghrib dan Shubuh membaca ‘Laa ilaaha illallaåh wahdahu laa syarikalah, lahul mulku, walahul hamdu, yuhyiy wa yumiytu wahuwa ‘ala kulli syay-in qådiir,’  sebanyak 10x Allah akan tulis setiap satu kali 10 kebaikan, dihapus 10 kejelekan, diangkat 10 derajat, Allah lindungi dari setiap kejelekan, dan Allah lindungi dari godaan syetan yang terkutuk.” (HR. Ahmad IV/227, at-Tirmidzi no.3474). At-Tirmidzi berkata: Hadits ini hasan gharih shahih.”

5. Membaca :

اللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Allahumma a-’inniy ’ala dzikrika wa syukrika wa husni ’ibaadatika.

“Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, serta beribadah dengan baik kepada-Mu.”

Keterangan: HR. Abu Dawud no.1522, an-Nasa-i III/53, Ahmad V/245 dan al-Hakim (I/273 dan III/273) dan dishahihkannya, juga disepakati oleh adz-Dzahabi, yang mana kedudukan hadits itu seperti yang dikatakan oleh keduanya, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah memberikan wasiat kepada Mu’adz agar dia mengucapkannya di setiap akhir shalat. 

6. Membaca :

سُبْحَانَ اللهُ
Subhaanallaah (33x)

“Maha suci Allah” (33x)

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
Alhamdulillah (33x) 

“Segala puji bagi Allah” (33x)

اَللهُ أَكْبَرُ
Allahu Akbar (33x)

“Allah Maha Besar” (33x)

Kemudian untuk melengkapinya menjadi seratus, ditambah dengan membaca:

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Laa ilaaha illallaåh wahdahu laa syarikalah, lahul mulku, walahul hamdu, wahuwa ‘ala kulli syay-in qådiir.


"Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala pujian dan Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Keterangan: “Barangsiapa membaca kalimat tersebut setiap selesai shalat, akan diampuni kesalahannya, sekalipun seperti buih di lautan.” HR. Muslim no.597, Ahmad II/371,483, Ibnu Khuzaimah no.750 dan al-Baihaqi II/187).

7. Kemudian membaca (Surat al-Ikhlash) :  

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ>>للَّهُ الصَّمَدُ>> لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ>> وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَد
Qul huwallaahu ahad. Allaahusshamad. Lam yalid walam yuulad. Walam yakullahu kufuwan ahad.

Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".

8. Kemudian membaca (Surat al-Falaq:  

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ>> مِن شَرِّ مَا خَلَقَ>> وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ>> وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ>>  وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ

Qul a'uudzu birabbil falaq. Min syarri maa khalaq. Wamin syarri ghaasiqin idzaa waqaba. Wamin syarrin naffaatsaati fii al'uqadi. Wamin syarri haasidin idzaa hasada.

Katakanlah: "Aku berlindung kepada Robb Yang Menguasai waktu subuh, dari kejahatan apa-apa (mahluk) yang diciptakan-Nya. Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang-orang yang dengki apabila ia dengki"

9. Kemudian membaca (Surat an-Naas) :

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ>> مَلِكِ النَّاسِ>> إِلَهِ النَّاسِ>> مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ>> الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ>> مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ>>

Qul a'uudzu birabbin naas. Malikin naas. Ilaahin naas. Min syarril waswaasil khannaas. Alladzii yuwaswisu fii shuduurin naas. Minal jinnati wannaas.

Katakanlah: "Aku berlindung kepada Robb (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.

Keterangan: HR Abu Dawud no.1523, an-Nasa-i III/68, Ibnu Khuzaimah no.755 dan Hakim I/253. Lihat pula Shahiih at-Tirmidzi III/8 no.2324. Ketiga surat tersebut dinamakan al-Mu’awwidzaat. 

10. Selanjutnya, membaca Ayat Kursi:

اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ، لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ، لَهُ مَا فِيالسَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ، مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ،يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ، وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِإِلاَّ بِمَا شَاءَ، وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ، وَلَا يَئُودُهُحِفْظُهُمَا، وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

Allaahu laa ilaaha illaa huu, al hayyul qoyyum, la ta’khudzuhuu sinatuw walaa naum. Lahuu maa fissamaawaati wa maa fil ardh. Man djalladjii yasyfa’u ’indahuu illa bi idjnih. Ya’lamu maa bayna aydiihim wa maa kholfahum. Wa laa yuhiithuuna bi syay-im min ’ilmihii illa bi maa syaa-a. Wasi’a kursiiyyuhussamaawaati wal ardh. Walaa ya-uuduhuu hifzhuhumaa. Wa huwal’aliiyul ’azhiim.

”Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk. Allah tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan Dia. Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Kursi Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
(Al-Baqarah: 255)

Keterangan: “Barangsiapa yang membacanya setiap selesai shalat, tidak ada yang menghalanginya masuk Surga selain kematian.” HR. An-Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah’ no.100 dan Ibnus Sunni no.124 dari Abu Umamah rahimahullah, dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani.

11. Khusus setelah selesai shalat Shubuh, disunnahkan membaca:

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

Allahumma inniy as-aluka ‘ilman naafi’an, wa rizqon toyyiban, wa’amalan mutaqobbalan.

"Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amalan yang diterima."

Demikian bacaan dzikir yang shahih setelah shalat fardhu sesuai dengan sunnah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam. Mudah-mudahan dapat memberi kebaikan dan manfaat bagi kita semua.
Semua tentang puasa lengkap

Semua tentang puasa lengkap

Puasa merupakan terjemah dari shoum (bahasa Arab) yang berarti menahan diri dari sesuatu. Sedangkan menurut istilah puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa dimulai dari terbit fajar (subuh) sampai terbenam matahari (maghrib).
Pengertian puasa ini telah diterangkan dalam firman Allah surat Al-Baqarah (2) ayat 187:

Artinya:
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. (Q.S Al-Baqarah [2]: 187)

Dalam Islam ada beberapa macam puasa, yang paling kita kenal adalah puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi yang memenuhi syarat wajib. Kewajiban ini beradasarkan firman Allah:

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Q.S. Al-Baqarah [2]: 183)
Dalam ayat tersebut terkandung tujuan utama dari ibadah puasa, yakni supapa kita bertakwa kepada Allah Swt.
2.    Rukun Puasa
Puasa merupakan ibadah mahdhah yang pelaksanaannya harus sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Oleh karena itu, kita tidak boleh semaunya sendiri dalam mengerjakan puasa agar ibadah puasa kita diterima oleh Allah Swt.
Rukun puasa sendiri hanya ada 2, yakni niat dan imsak. 
           a.    Niat
     Niat puasa yaitu adanya suatu keinginan di dalam hati untk menjalankan puasa semata-mata mengharap ridha Allah swt, karena menjalankan perintah-Nya. Semua puasa, tanpa adanya niat maka tidak bisa dikatakan sebagai puasa.
Kapankah kita berniat berpuasa?
     Untuk puasa wajib, maka kita harus berniat sebelum datang fajar, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw: Barang siapa tidak berniat puasa sejak makam, maka ia tidak mempunya puasa (H.R. an-Nasa’i)
          Sementara itu untuk puasa sunnah, kita di bolehkan berniat setelah terbit fajar, dengan syarat kita belum melakukan perbuatan-perbuatan yang membatalkan puasa, seperti makan, minum, berhubungan suami istri, dan lain-lain. Hal ini didasarkan pada Hadist dari Aisyah r.a: “Pada suatu hari, Rasulullah sa masuk ke rumah, kemudian bersabda, ‘apakah enkau mempunyai makanan?’ Aku enjawab, ‘Tidak’. Rasulullah saw, bersabda ‘Kalau begitu, aku puasa.” (H.R. An-Nasa’i)

b.    ImsakKita sudah terlampau akrab dengan kata imsak, lebih-lebih ketika bulan Ramadhan. Banyak orang memahami Imsak sebagai waktu menjelang fajar (subuh) dimana seorang muslim yang akan berpuasa berhenti makan sahur. Padahal makna dari imsak tidaklah sesempit itu. Imsak yaitu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, dan lain-lain dari mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Jadi, waktu dimulainya puasa bukanlah pada saat sirine atau pengumuman imsak disuarakan, tetapi dimulai ketika fajar (subuh). Tentang kenapa diperlukan sirine dan jadwal waktu imsak itu supaya kita berhati-hati dan bersiap-siap karena sebentar lagi (sekitar 5 menit lagi) fajar akan tiba.

3.    Syarat wajib puasa
Syarat wajib puasa adalah segala sesuatu yang menyebabkan seseorang diwajibkan melakukan puasa. Muslim yang belum memenuhi syarat wajib puasa maka dia belum dikenai kewajiban untuk mengerjakan puasa wajib. Tetapi tetap mendapatkan pahala apabila mau mengerjakan ibadah puasa. Syarat wajib puasa adalah sebagai beriktu:
a.    Beragama Islam
b.    Berakal sehat
c.    Baligh
d.    Suci dari haid dan nifas (khusus bagi kaum wanita)
e.    Bermukim (tidak sedang bepergian jauh)
f.    Mampu (tidak sedang sakit)

      Apabila salah satu dari hal-hal di atas tidak ada pada seorang muslim, maka ia belum/tidak wajib mengerjakan puasa wajib.

4.    Perbuatan yang disunnahkan ketika puasa
Puasa merupakan ibadah yang langsung untuk Allah swt. Oleh karena itu, sudah semestinya kita mengisi waktu puasa kita dengan amalan-amalan tertentu agar upaya kita mendengatkan diri kepada Allah dapat tercapai. Dalam sebuah hadist Qudsi berikut:
“Semua amal anak adam untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang langsung membalasnya. Puasa itu ibarat perisai. Pada hari kalian puasa, janganlah mengucapkan hata-kata kotor (tidak enak didengar) dan jangan (pla) bertengkar. Jika seseorang encaimu atau mengajakmu bertengkar, maka katakan kepadanya: ‘aku sedang puasa (siyam)’.” (H.R. Muslim)
            Adapun amalan sunnah saat berpuasa adalah sebagai berikut:
           a.    Menyegerakan berbuka
         Dari Annas r.a., ia berkata: “Rasulullah saw. Berbuka sebelum shalat (maghrib) dengan kurma, kalau tidak ada kurma beliau minum air beberapa teguk.” (H.R. Abu Dawud)
          b.    Makan Sahur
         Meskipun misalkan kita kuat berpuasa tanpa diawali dengan makan sahur, tetapi karena makan sahur telah dicontohkan oleh Rasulullah, semestinya kita tidak meremehkan/meninggalkan bersantap sahur.
          Rasulullah bersabda:
         “Makan sahurlah kamu, karena sesungguhnya pada makan sahur itu terdapat berkah.” (H.R. Bukhari)
          c.  Menggosok gigi pada waktu pagi.
          Rasulullah bersabda:
        “Jika kamu berpuasa, bersiwaklah pada waktu pagi dan jangan bersiwak pada waktu sore” (H.R. at-Thabrani)
          d.  Membaca dan Mengkhatamkan Al-Qur’an
        Membaca al-Qur’an memang semestinya kita biasakan, lebih-lebih saat kita berpuasa sunnah atau bahkan di bulan Ramadhan, dimana al-Qur’an diturunkan pada bulan ini. Allah berfirman:

 Artinya:

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (Q.S. al-Baqarah [2]: 185) 
        e. Shalat Lail
        Shalat tarawih merupakan bagian dari shalat lail, yakni shalat yang waktu pelaksanaannya ba’da shalat isya sampai sebelum fajar. Ada sebagian orang menganggap bahwa shalat tarawih itu wajib, padahal hukumnya adalah sunnah, sebagaimana shalat lail yang lain, seperti witir, dan tahajut. Meski begitu, sunnah shalat tarawih dan shalat lail yang lain adalah sunnah muakaddah, termasuk amalan yang jarang sekali ditinggalkan oleh Rasulullah saw. 
          f. Memperbanyak doa
       Orang yang berpuasa ketika berbuka adalah salah satu orang yang doanya mustajab. Oleh karenanya perbanyaklah berdoa ketika sedang berpuasa terlebih lagi ketika berbuka. Berdoalah untuk kebaikan diri kita, keluarga, bangsa, dan saudara-saudara kita sesama muslim di belahan dunia.

g. Memberi buka puasa (tafthir shaim)
Hendaknya berusaha untuk selalu memberikan ifthar (berbuka) bagi mereka yang berpuasa walaupun hanya seteguk air ataupun sebutir korma sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
"Barang siapa yang memberi ifthar (untuk berbuka) orang-orang yang berpuasa maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tanpa dikurangi sedikitpun". (H.R. Bukhari Muslim) 
         h. Memperbanyak Sedekah
      Rasulullah Saw. Bersabda, yang artinya: “Sebaik-baik sedekah adalah sedekah pada bulan Ramadhan” (HR. Tirmizi)

         i. I’tikaf
         I’tikaf adalah berdiam diri di masjid untuk beribadah kepada Allah. Rasulullah Saw. selalu beri’tikaf terutama pada sepuluh malam terakhir dan para istrinya juga ikut I’tikaf bersamanya. Dan hendaknya orang yang melaksanakan I’tikaf memperbanyak zikir, istigfar, membaca Al-Qur’an, berdoa, shalat sunnah dan lain-lain.

         j. Umroh
       Ramadhan adalah waktu terbaik untuk melaksanakan umrah, karena umroh pada bulan Ramadhan memiliki pahala seperti pahala haji bahkan pahala haji bersama Rasulullah Saw. Beliau bersabda: “Umroh pada bulan Ramadhan seperti haji bersamaku." 
         
         h. Memperbanyak Amal Kebaikan
        Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi dikatakan bahwa amalan sunnah pada bulan Ramadhan bernilai seperti amalan wajib dan amalan wajib senilai 70 amalan wajib di luar Ramadhan. Oleh karena itu, raihlah setiap peluang untuk berbuat kebaikan sekecil apapun meskipun hanya ‘sekedar’ tersenyum di depan orang lain. Ciptakanlah kreasi dan inovasi dalam berbuat kebaikan agar saldo kebaikan kita terus bertambah. 
5.  Hal-hal yang Dapat Membatalkan Puasa
a. Makan dan minum dengan sengaja. Apabila makan dan minumnya karena lupa atau paksaan maka hal itu tidak membatalkan puasa.
b. Muntah dengan sengaja. Apabila muntahnya tidak sengaja maka hal itu tidak membatalkan puasa.
c. Berniat berbuka puasa. Sekali berniat berbuka puasa meskipun buka puasa itu tidak dilaksanakan, puasanya batal.
d.  Megalami haid atu nifas.
e.  Keluar air mani karena memeluk atau mencium isteri/suami atau bermasturbasi.
f.   Bersenggama.
g.  Hilang akal.
h.  Merubah niat.
6. Perbuatan Makruh Ketika Berpuasa.
Perbuatan makruh tidak membatalkan puasa, tetapi sepatutnya untuk dihindari, yaitu:
a. Mandi dengan mengguyur atau berendam. Kalau dalam mandi tersebut secara tidak sengaja tertelan air, hal itu tidak membatalkan puasa.
b. Melakukan suntikan baik suntikan itu berupa obat atau makanan.
c. Bekam
d. Berkumur-kumur, sikat gigi setelah matahari tergelincir.
e. Memakai parfum
7. Orang yang diperbolehkan tidak berpuasa ramadhan dan cara menggantinya

       Agama Islam adalah agama yang mudah. Demikian juga dalam ketentuan kewajiban puasa. Dalam Islam ada rukhsah (keringanan) bagi orang-orang yang dalam tertentu diperbolehkan tidak mengerjakan puasa Ramadhan.  Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an:

Artinya:
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 184)
      Ayat tersebut telah menerangkan orang-orang yang diperbolehkan tidak mengerjakan puasa Ramadhan dan bagaimana cara menggantinya, yakni sebagai berikut:
a. Orang sakit. Sakit di sini adalah sakit yang apabila dia berpuasa akan mengakibatkan sakitnya tambah parah. Ia dibolehkan untuk tidak berpuasa Ramadhan dan wajib mengqadha’ di hari lain di luar Ramadhan sejumlah puasa yang telah ditinggalkan. Mengqadha’ (mengganti) puasa wajib dilakukan setelah ia sembuh sebelum Ramadhan tahun berikutnya datang. Apabila belum bisa mengqadha’ hingga Ramadhan berikutnya datang tanpa alasan yang bisa dimaklumi maka orang tersebut selain telah berdosa, sebagian Ulama memerintahkannya untuk membayar kafarat dengan tetap mengqadha’ puasa yang ditinggalkan.
b. Wanita yang menyusui dan hamil karena alasan kekhawatiran pada diri sendiri. Mereka dibolehkan tidak berpuasa karena dapat digolongkan sebagai orang sakit. Orang hamil dan menyusui wajib mengqadha atau membayar fidyah untuk mengganti puasa yang ditinggalkan.
d. Orang yang bepergian (musafir). Orang yang bepergian mendapat keringanan untuk tidak berpuasa, tetapi juga harus mengganti di hari lain ketika tidak dalam perjalanan.
e. Orang yang sudah tua dan tidak mampu lagi berpuasa juga diberi keringanan tidak mengerjakan puasa Ramadhan, dan ia diwajibkan menggantinya dengan membayar fidyah, yaitu memberi makan sepuluh orang miskin. 
          Lalu, berapa besar ukuran fidyah itu?
      Sebagian ulama seperti Imam As-Syafi`i dan Imam Malik menetapkan bahwa ukuran fidyah yang harus dibayarkan kepada setiap satu orang fakir miskin adalah satu mud gandum sesuai dengan ukuran mud Nabi SAW. Sebagian lagi seperti Abu Hanifah mengatakan dua mud gandum dengan ukuran mud Rasulullah SAW atau setara dengan setengah sha` kurma/tepung atau setara dengan memberi makan siang dan makan malam hingga kenyang.

B. Macam-macam Puasa
1.  Puasa wajib
Puasa Ramadhan adalah puasa wajib yang dikerjakan bagi setiap muslim pada bulan Ramadhan selama sebulan penuh.
Allah SWT berfirman:

 Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agara kamu bertaqwa. (Q.S. Al-Baqarah[2]: 183) 
Puasa Ramadhan juga termasuk dalam rukun Islam, sebagaimana tersebut dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a:
“Didirikan agama Islam itu atas lima dasar yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan melainkan Allah dan Nabi Muhammada adalah utusan Allah, mendirikan shalat lima waktu, mengeluarkan zakat, puasa bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah bagi yang mampu jalannya” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, belum sempurna keislaman seseorang apabila dia belum mengerjakan puasa Ramadhan dengan penuh ikhlas semata-mata untuk mencari ridha Allah swt.
Keutaman puasa bulan Ramadhan: 
Ramadhan adalah bulan mulia, bulan penuh ampunan, bulan di mana al-Qur’an diturunkan, bulan yang memiliki banyak sekali keutamaan. Berikut adalah beberapa keutamaan bulan Ramadhan yang tidak terdapat pada bulan lain:
1) Barangsiapa berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan, maka ia akan diampuni dosa-dosanya dan kembali menjadi manusia yang fitri (suci).
2)  Dibebaskan dari siksa api neraka.
3)  Setan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup rapat.
4) Pada bulan Ramadhan terdapat Lailah Al-Qadar yang lebih baik daripada seribu bulan. Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang salah malam di bulan Ramadhan lantaran iman dan mengharapkan pahala (dari Allah), maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”(H.R. Muttafaq ‘Alaih)
b.    Puasa Nadzar
Nadzar secara bahasa berarti janji. Puasa nadzar adalah puasa yang disebabkan karena janji seseorang untuk mengerjakan puasa. Misalkan, Rudi berjanji jika nanti naik kelas 9 ia akan berpuasa 3 hari berturut-turut, maka apabila Rudi benar-benar naik kelas ia wajib mengerjakan puasa 3 hari berturut-turut yang ia janjikan itu.
Berkaitan dengan puasa nadzar, Rasulullah saw pernah bersabda:
Barangsiapa bernadzar akan mentaati Allah (mengerjakan perintahnya), maka hendaklah ia kerjakan. (H.R. Bukhari)
c. Puasa Kafarat
Kafarat berasal dari kata dasar kafara yang artinya menutupi sesuatu. Puasa kafarat secara istilah artinya adalah puasa untuk mengganti denda yang wajib ditunaikan yang disebabkan oleh suatu perbuatan dosa, yang bertujuan menutup dosa tersebut sehingga tidak ada lagi pengaruh dosa yang diperbuat tersebut, baik di dunia maupun di akhirat.
Ada beberapa macam puasa kaffarat, yakni sebagai berikut:
1)    Puasa kafarat dalam ibadah haji
Orang yang melakukan haji tamattuk dan qiran wajib membayar denda menyembelih seekor kambing yang sah untuk berkurban. Tetapi jika ia tidak mampu maka bisa diganti dengan melakukan puasa kafarat selama tiga hari di tanah suci dan tujuh hari di tanah asalnya.
2)    Kafarat karena meanggar sumpah.
Apabila seseorang berjanji maka wajib baginya untuk memenuhi janji itu. apabila janji itu dilanggar maka ia akan berdosa dan karenanya diwajibkan membayar kafarat di antara tiga pilihan berikut:
a)    Memberi amkan sepuluh orang miskin seperti yang biasa dimakan setiap harinya;
b)    Memberi pakaian kepada orang miskin;
c)    Memerdekakan budak; atau,
d)    Puasa kafarat selama tiga hari.

2.    Puasa Sunnah
a.    Puasa enam hari di bulan Syawal.
Baik dilakukan secara berturutan ataupun tidak.
Rasulullah saw bersabda, yang artinya: Keutamaan puasa romadhon yang diiringi puasa Syawal ialah seperti orang yang berpuasa selama setahun (HR. Muslim).
b.    Puasa sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah
Yang dimaksud adalah puasa di sembilan hari yang pertama dari bulan ini, tidak termasuk hari yang ke-10. Karena hari ke-10 adalah hari raya kurban dan diharamkan untuk berpuasa.
c.     Puasa hari Arafah
Yaitu puasa pada hari ke-9 bulan Dzuhijjah. Keutamaannya, akan dihapuskan dosa-dosa pada tahun lalu dan dosa-dosa pada tahun yang akan datang (HR. Muslim). Yang dimaksud dengan dosa-dosa di sini adalah khusus untuk dosa-dosa kecil, karena dosa besar hanya bisa dihapus dengan jalan bertaubat.
d.    Puasa Muharrom
Yaitu puasa pada bulan Muharram terutama pada hari Assyuro’. Keutamaannya puasa ini, sebagaimana disebutkan dalam hadist riwayat Bukhari, yakni puasa di bulan ini adalah puasa yang paling utama setelah puasa bulan Romadhon.
e.    Puasa Assyuro’
Hari Assyuro’ adalah hari ke-10 dari bulan Muharram. Nabi shalallahu ‘alaihi wasssalam memerintahkan umatnya untuk berpuasa pada hari Assyuro’ ini dan mengiringinya dengan puasa 1 hari sebelum atau sesudahnhya. Hal ini bertujuan untuk menyelisihi umat Yahudi dan Nasrani yang hanya berpuasa pada hari ke-10. Keutamaan: akan dihapus dosa-dosa (kecil) di tahun sebelumnya (HR. Muslim).
f.    Puasa Sya’ban.
Yang dimaksud puasa Sya’ban adalah memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban. Keutamaan: Bulan ini adalah bulan di mana semua amal diangkat kepada Rabb semesta alam (HR. An-Nasa’i & Abu Daud, hasan).
Nabi telah menyuruh ummatnya untuk puasa pada hari Senin dan Kamis. Hari Senin adalah hari kelahiran Nabi Muhammad sedangkan hari Kamis adalah hari di mana ayat Al-Qur’an untuk pertama kalinya diturunkan. Perihal hari Senin dan Kamis, Rasulullah juga telah bersabda:
“Amal perbuatan itu diperiksa pada setiap hari Senin dan Kamis, maka saya senang diperiksa amal perbuatanku, sedangkan saya sedang berpuasa. (HR Tirmidzi)
h.    Puasa Tengah Bulan (tiga hari setiap bulan Qamariyah).
Disunnahkan untuk melakukannya pada hari-hari putih (Ayyaamul Bidh) yaitu tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan qamariyah.
i.    Puasa Dawud
Cara mengerjakan puasa nabi Dawud adalah dengan sehari puasa sehari tidak puasa, atau selang-seling. Puasa nabi Dawud adalah puasa yang paling disukali oleh Allah swt. (HR. Bukhari-Muslim).
3.    Puasa Makruh
Kapan puasa hukumnya makruh? Puasa yang makruh dilakukan adalah puasa pada hari Jumat dan Sabtu yang tidak bermaksud mengqadha’ Ramadhan, membayar nadzar atau kafarat, atau tidak diniatkan untuk puasa sunnah tertentu. Jadi seseorang yang puasa pada hari Jumat atau Sabtu dengan niat mengqadha’ puasa Ramadhan tidak termasuk puasa makruh. Misal tanggal 9 Dzulhijjah jatuh pada hari Sabtu maka puasa hari Sabtu pada waktu itu menjadi puasa sunnah bukan makruh. Ada pendapat lain yang lebih keras bahkan menyatakan bahwa puasa pada hari Jumat tergolong puasa haram  jika dilakukan tanpa didahului hari sebelum atau sesudahya. 
4.  Puasa Haram
Ada puasa pada waktu tertentu yang hukumnya haram dilakukan, baik karena waktunya atau karena kondisi pelakukanya.
a.    Hari Raya Idul Fitri
Tanggal 1 Syawwal telah ditetapkan sebagai hari raya sakral umat Islam. Hari itu adalah hari kemenangan yang harus dirayakan dengan bergembira. Karena itu syariat telah mengatur bahwa di hari itu tidak diperkenankan seseorang untuk berpuasa sampai pada tingkat haram. Meski tidak ada yang bisa dimakan, paling tidak harus membatalkan puasanya atau tidak berniat untuk puasa.
b.    Hari Raya Idul Adha
Hal yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai Hari Raya kedua bagi umat Islam. Hari itu diharamkan untuk berpuasa dan umat Islam disunnahkan untuk menyembelih hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir msikin dan kerabat serta keluarga. Agar semuanya bisa ikut merasakan kegembiraan dengan menyantap hewan qurban itu dan merayakan hari besar.
c.    Hari Tasyrik
Hari tasyrik adalah tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah. Pada tiga hari itu umat Islam masih dalam suasana perayaan hari Raya Idul Adha sehingga masih diharamkan untuk berpuasa. Pada tiga hari itu masih dibolehkan utnuk menyembelih hewan qurban sebagai ibadah yang disunnahkan sejak zaman nabi Ibrahim as.
d.    Puasa sepanjang tahun / selamanya
Diharamkan bagi seseorang untuk berpuasa terus setiap hari. Meski dia sanggup untuk mengerjakannya karena memang tubuhnya kuat. Tetapi secara syar`i puasa seperti itu dilarang oleh Islam. Bagi mereka yang ingin banyak puasa, Rasulullah SAW menyarankan untuk berpuasa seperti puasa Nabi Daud as yaitu sehari puasa dan sehari berbuka.

C. Cara menentukan awal dan akhir Ramadhan:
Untuk menentukan awal Ramadhan, di antara kalangan muslim terjadi perbedaan pendapat. Tetapi paling tidak, tiga cara berikut ini adalah cara-cara yang biasa digunakan, yakni:

Yaitu dengan cara memperhatikan terbitnya bulan di hari ke 29 bulan Sya`ban. Pada sore hari saat matahari terbenam di ufuk barat. Apabila saat itu nampak bulan sabit meski sangat kecil dan hanya dalam waktu yang singkat, maka ditetapkan bahwa mulai malam itu, umat Islam sudah memasuki tanggal 1 bulan Ramadhan. Jadi bulan Sya`ban umurnya hanya 29 hari bukan 30 hari. Maka ditetapkan untuk melakukan ibadah Ramadhan seperti shalat tarawih, makan sahur dan mulai berpuasa. 
1.  Dengan Melihat Bulan (Ru`yatul Hilal).

Description: http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTncEkfycaR3jUMfBpAK7dVZbL9NGy8_OYgYf-8NFCVpw0gZseE
sumber gambar: google.com
2. Menggunakan Metode Hisab.
Yaitu dengan cara menghitung peredaran bulan dan matahari menggunakan rumus-rumus ilmu falaq.
3. Istikmal.
Yaitu menggenapkan umur bulan Sya`ban menjadi 30 hari. Ikmal /istikmal ditempuh apabila pada tanggal 29 Ramadhan bulan sabit tidak tampak karena tertutup awan atau karena memang belum muncul.
Perintah untuk melakukan ru`yatul hilal dan ikmal ini didasari atas perintah Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Abu Hurairah r.a.:
"Puasalah dengan melihat bulan dan berfithr (berlebaran) dengan melihat bulan, bila tidak nampak olehmu, maka sempurnakan hitungan Sya`ban menjadi 30 hari." (HR. Bukhari dan Muslim). 
D. Mempraktekkan Puasa
Setelah kita tahu ilmu perihal puasa maka yang harus kita lakukan kemudian adalah mengamalkan ilmu tersebut. Berpuasa pada hakikatnya tak sekadar menahan lapar dan haus, tetapi merupakan latihan kita dalam menundukkan hawa nafsu.
          Barangkali untuk tahap awal kita hanya bisa mengerjakan puasa Ramadhan saja. Tetapi amal ibadah kita harus kita tingkatkan. Kita sudah sepatutnya mengupayakan untuk juga mengerjakan puasa-puasa sunnah seperti puasa Senin-Kamis, atau puasa setahun sekali pada tanggal 9 dzulhijjah, syukur-syukur bisa mengerjakan puasa nabi Dawud yang tergolong puasa yang paling disukai Allah swt.